Sabtu, 06 September 2008

Api Asmaragama vs Air Asparagama


Mereka yang bijak bagaikan air
Memberi manfaat kepada segala
Tidak bersaing dengan semua
Air mengalir ke bawah...
Ke tempat yang dilihat sebelah mata
(Tao Te Ching, Lao Tse 500 SM)

Laku manusia tentu sudah ada takdirnya. Namun di balik itu garis nasib tentu bisa dirubah dengan ketentuan diri sendiri untuk menerjangnya. Tak ada yang abadi termasuk sebuah takdir sekalipun. Mungkin semuanya kaget kenapa ada tulisan seperti ini tersembul dalam sebuah kumpulan teoritis pragmatis ekonomi.
Tidak hanya sekedar melakukan apa yang menjadi kritikan teman-teman, namun lebih dari itu sebuah fenomena cinta merubah semuanya. Sebuah kekuatan cinta memang sangat luar biasa. Hanya dalam sekejap malam bisa berubah jadi pagi dan sebaliknya sebuah kecerahan mendadak bisa menjadi sebuah malapetaka besar dalam kehidupan manusia.
Tak heran jika cinta itu sudah diibaratkan sebuah wanita dewi dan peri yang cantiknya tak terperi membuat semua orang berlomba untuk mendapatkan sesuatu yang mungkin berada di luar batas mereka, meskipun langkah mereka jelas membutuhkan sebuah pengorbanan yang sangat besar, bahkan tidak hanya harta, nyawa sekalipun siap mereka songsongkan demi sebuah cinta.
Cinta di sini tidak hanya plularis, tapi lebih dari itu telah menjadi sebuah heteregenitas dan pancaran tersendiri bagi siapapun. Cinta tanah air, cinta pada kestabilan kehidupan ekonomi, cinta pada keluarga ataupun cinta pada harta, itu semua jelas menjadi hak dan takdir seseorang, yang sekali lagi bisa saja dirubah sesuai dengan usaha mereka.
Meski rada bingung, namun arah tulisan ini memang sengaja dibuat nggrambyang gak karuan. Sisi kebingungan menentukan sikap menjadi perpaduan serasi dengan perubahan yang demikian cepat akibat sebuah cinta yang berlebihan. Bahkan terkadang hegemoni pribadi tidak lagi berguna di tengah derasnya sebuah akses cinta yang melekat. Kata orang kerinduan, kebencian dan kelengahan menjadi barang yang sangat tipis. Tak jarang sisi oportunis pun muncul khas layaknya seorang human right alias titahnya sebagai makhluk yang bernafas bebas tak membayar.
Psikographis memiliki definisi lingkup yang terasa manis. Seperti penggalan syair di atas, tentu menjadi sangat enak tatkala kita menjadi “sebuah” air yang terus mengalir. Di kalimat terakhir mengandung makna yang sangat jelas. Tak pernah ada bahkan tak boleh ada keremehan terhadap hal yang remeh temeh. Jika tidak ingin kehilangan kesempatan, tentu sekecil apapun itu sangat berguna untuk merubah sesuatu yang sebelumnya sudah terencana dengan baik.
Itulah warna patrialistik sebuah kehidupan?tidak satupun orang yang bisa menjawab. Sama halnya dengan apa yang dilakukan dan diajarkan Master Zen. Dalam terjemahan seri kebijakan Zen, ada sebuah ajaran sangat sederhana namun sebenarnya setiap hari kita sadar atau tidak sadar telah melakukannya secara rutin di semua aspek kehidupan, bahkan sejak kita berlatih untuk mencari dimana sesungguhnya puting susu ibu dan puting susu sapi perah dan atau bahkan kambing perah.
Tahap pertama adalah tidak sadar dan tidak kompeten, tahap kedua melangkah lebih jauh ke alam sadar mengenai ketidakbecusan dalam bidang tertentu, mulai belajar dan praktik namun kesadaran perlu disiagakan penuh dan tahapan terakhir adalah terampil untuk bidang tertentu. Dalam segmen ini bawah sadar telah merekam kemampuannya.
Memang susah untuk merekam makna yang ada didalamnya. Namun secara spesifik dalam intisari cinta hal seperti itu jelas menjadi sebuah pondasi. Begitupun di dunia nyata, cinta pada sepeda motor, pengen menyopiri sendiri mobil pribadi sampai mengelola rumah sendiri, tentu keempat landasan tersebut menjadi sangat urgen dalam segala hal. Perlu berpikir?tentu tidak, karena memang semuanya sudah berjalan sesuai sendirinya, jadi tak usah ambil pusing, hanya cukup ambil intisari semata.
Terlepas dari semuanya, ada sebuah kisah menarik yang mengaplikasikan semua bentuk gambaran di atas. Sebuah keinginan dan cinta pada sesuatu, justru mampu menimbulkan energi lebih yang akhirnya bisa menghasilkan sesuatu yang berguna bagi seluruh masyarakat secara kompleks.
Pada awalnya adalah Richard Bandler, seorang ahli informatika yang mempunyai ketertarikan besar pada psikoterapi, khususnya aliran Gestalt. Ia kerap menekur dan mencari jawab “apa ya yang dapat membuat manusia lebih berhasil, lebih sukses, lebih sehat, lebih kaya, lebih bahagia”.
Kemudiaan ia bertemu dengan John Grinder dan bersamanya, Bandler berkeliling bersama dengan mengawali perjalanan yang dia tidak tahu nantinya bakal menjadi sejarah dunia, dari sebuah kawasan Santa Cruz di California. Mereka pun bertemu dengan sistem terapi model Frits Perls, Virginia Satir (pakar Family Therapy), Milton Erikson (hipnoterapis yang cacat badan) dan Gregory Bateson seorang antropolog kondang. Nama pertama adalah pendidi aliran Gestalt yang terkenal.

Hasilnya tentu sangat luar biasa. Sebuah encouragement tak tertandingi. Meski tidak bermaksud menciptakan sebuah era dan jenis mazhab baru, namun perjalanan beragam itu memunculkan sebuah konklusi ternyata menyadarkan manusia betapa banyaknya pilihan dalam hidup ini dan karena itu jangan terpaku pada pola-pola yang sama, sebuah pelajaran dan pembelajaran sederhana. Anda bingung?jangan, karena sebenarnya tanpa Anda sadari semuanya sudah berlangsung seperti apa adanya. Nyaris tak ada rekayasa apapun.
Lain lagi dengan sebuah silosofi dan filosofi sebuah sisi kehidupan. Anda bingung?jangan pernah untuk merasakan semua itu, karena semuanya sudah pernah Anda rasakan dan lakukan, hanya beda dimensiotis saja yang menyebabkan sebuah keterasingan yang sebenarnya beraliran sama.
Dalam Vajrayana, visualisasi menjadi bagian penting dari meditasi, hingga ada yang menyebutnya sebagai meditasi aktif. Dalam Theravada, konon meditasi dilakukan dengan memusatkan diri pada satu titik tertentu. Sementara dalam Mahayana, pemusatan akal budi tertuju pada kekosongan atau kehampaan. Ada pila aliran yang menitikberatkan konsentrasi pada jalannya alur pernapasan dalam ataupun ada yang menerima bimbingan lewat lantunan suara. Anda bingung memilih makna yang mana?tentu saja jangan hanya tertuju pada istilah agamis di atas. Semuanya tentu sudah berjalan di sekitar Anda, tinggal diri sendirilah yang harus menentukan semua bentuknya. Jika memang tak ada bentuk segitiga, segiempat, bujursangkar, limas, kerucut, jajaran genjang ataupun kubus dan balok sekalipun, sepertinya Anda perlu untuk mengejawantahkan sendiri bentuk apa yang sesuai.
Tak perlu muluk tentunya, sesuai dengan kapasitas dan ketahanan diri, tak perlu memaksa anda pasti keluar dari kebingungan. Namun jangan salah, keluar itu bisa menjadi macam ragam sosok, bisa justru menghilang, muncul dan kembali tenggelam, terus moncer dalam torehan ideal nan progressif atau semua derivatifnya. Anda bingung?tentu jangan, karena semuanya sudah ada di kepala Anda, namun masih tertanam tak bisa keluar, terus terbenam akibat belenggu godam yang sangat keras bak terkaras

Tidak ada komentar:

Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing